Beranda | Artikel
Adab dalam Mengantarkan Jenazah
8 jam lalu

Mengikuti dan Membawa Jenazah ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 3 Jumadil Akhir 1447 H / 24 November 2025 M.

Kajian Tentang Mengikuti dan Membawa Jenazah

1. Tidak Membawa Api atau Pembakar Wangi-Wangian

Adab pertama yang hendaknya diperhatikan ketika mengantarkan jenazah ke kuburan adalah tidak membawa tempat pembakar wewangian atau membawa api (seperti lilin atau yang lainnya).

Para ahli fikih telah sepakat bahwa jenazah tidak boleh diikuti dengan api di tempat pembakar wewangian atau membawa lilin dan yang semisalnya, kecuali apabila ada kebutuhan untuk cahaya atau kebutuhan lainnya.

Apabila dilakukan pada siang hari, tidak diperlukan api untuk penerangan.

Larangan ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لَا تُتْبَعُ الْجَنَازَةُ بِصَوْتٍ وَلَا نَارٍ

“Jenazah tidak boleh diikuti dengan suara dan tidak pula dengan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Meskipun hadits ini dinilai kurang kuat, namun didukung oleh atsar (perkataan/perbuatan) para sahabat, di antaranya wasiat Amr bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu:

فإذا أنا مِتُّ، فلا تصحبني نائحة ولا نار

“Apabila aku nanti meninggal, maka jangan bawa bersamaku orang yang meratapi mayit dan jangan pula membawa api.”

Wasiat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu Ketika ajal mendekat, beliau mengatakan:

لا تضربوا عليَّ فسطاطًا، ولا تتبعوني بمجمر (وفي رواية: بنار)

“Jangan kalian buat tenda di atasku, dan jangan kalian ikuti aku dengan pembakar dupa (Dalam riwayat lain: dengan api).”

Wasiat Abu Musa Radhiyallahu ‘Anh Beliau berwasiat:

إذا انطلقتم بجنازتي فأسرعوا بي المشي، ولا تتبعوني بمجمر …

“Apabila kalian berangkat membawa jenazahku, maka cepatkan jalan kalian dan jangan ikuti jenazahku dengan mijmar (pembakar dupa atau wewangian).”

Intinya, saat mengikuti jenazah, jangan membawa api, pembakar dupa, wewangian, atau gaharu, kecuali jika dibutuhkan penerangan pada malam hari, dan jika ada penerangan selain api (seperti lampu), itu lebih baik.

2. Diam Saat Mengiringi Jenazah

Adab kedua adalah diam saat mengikuti jenazah karena banyak yang melakukan kesalahan ini. Tidak dibolehkan mengangkat suara ketika membawa jenazah, baik suara dzikir maupun suara yang lainnya.

Dalilnya adalah hadits dari Qais bin Ubad Radhiyallahu ‘Anhu yang mengatakan:

كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُونَ رَفْعَ الصَّوْتِ عِنْدَ الْجَنَائِزِ

“Dahulu para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak suka mengangkat suara ketika membawa jenazah.” (HR. Al-Baihaqi)

Mengangkat suara saat membawa jenazah menyerupai kebiasaan kaum Nasrani yang mengangkat suara dengan zikir-zikir atau lagu-lagu sedih agama mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

Bahkan dalam mazhab Syafi’i, Imam Nawawi Rahimahullah menjelaskan dengan tegas:

“Ketahuilah bahwa pendapat yang benar dan terpilih serta praktik yang dilakukan oleh generasi salaf radhiyallahu ‘anhum adalah diam ketika berjalan bersama jenazah. Maka, jangan sampai ada suara bacaan Al-Qur’an yang dikeraskan atau bacaan zikir atau yang lainnya.”

Hikmah dari anjuran diam ini sangat jelas, yaitu agar hati menjadi lebih tenang dan pikiran lebih fokus. Jika ada suara-suara, orang yang mengikuti jenazah menjadi tidak fokus, sehingga tujuan utama mengiring jenazah—yaitu mengingat kematian—menjadi bias.

Dalam keadaan mengikuti jenazah, yang diinginkan adalah tenangnya hati dan fokusnya pikiran yang berkaitan dengan jenazah. Imam Nawawi Rahimahullah menegaskan, inilah pendapat yang benar (al-haq).

Beliau melanjutkan: “Jangan sampai engkau terkecoh dengan banyaknya orang yang menyelisihi kebenaran ini.”

Jika ingin berzikir, dianjurkan berzikir dengan suara yang lirih atau dalam hati untuk diri sendiri karena berzikir pada dasarnya disunahkan dalam semua keadaan, tetapi tidak ada tuntunan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mengeraskan suara zikir saat mengiringi jenazah.

Tindakan yang lebih parah lagi adalah mengiringi jenazah dengan musik, baik dengan dalih untuk mengurangi kesedihan maupun untuk memperkuat suasana sedih. Semua tindakan tersebut adalah amalan yang menyelisihi tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

3. Tidak Duduk Sebelum Jenazah Diletakkan

Adab ketiga dalam mengantarkan jenazah adalah tidak duduk sebelum jenazah dimasukkan ke kuburan. Sebaiknya tetap dalam posisi berdiri sampai jenazah diletakkan. Bahkan, lebih baik menunggu sampai jenazah dikuburkan.

Hal ini berdasarkan hadits dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمُ الْجَنَازَةَ فَقُومُوا فَمَنْ تَبِعَهَا فَلَا يَقْعُدْ حَتَّى تُوضَعَ

“Apabila kalian melihat jenazah, maka berdirilah kalian. Dan barang siapa yang mengikuti jenazah itu, maka janganlah dia duduk sampai jenazahnya diletakkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maksud dari “diletakkan” ada dua pendapat: diletakkan ke tanah (walaupun belum dimasukkan ke liang lahad) atau dimasukkan ke liang lahad. Pendapat kedua yang berarti menunggu sampai jenazah masuk liang lahad adalah yang lebih selamat.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55824-adab-dalam-mengantarkan-jenazah/